PARADIGMA BARU MENUJU PEMEKARAN PROVINSI KEPULAUAN BUTON
Oleh : Dr Mohamad Tasdik, Kadis Pemuda dan Olahraga Kota Baubau
SECARA umum usul pemekaran calon Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) dapat dikatakan bahwa syarat adiministratif dan syarat teknis telah dipenuhi. Sebuah analisa komprehensif tentang persyaratan adiministratif dan teknis dari pemekaran calon Provinsi Kepton dapat dilihat dalam dokumen yang disusun oleh masing-masing pemerintahan Kabupaten/Kota dalam cakupan wilayah Kepton, melalui provinsi induk (Sulawesi Tenggara). “PARADIGMA BARU MENUJU PEMEKARAN PROVINSI KEPULAUAN BUTON,”
Dalam konteks ini, sebuah kajian akademis diperlukan untuk melakukan klarifikasi terhadap kajian teknis yang telah ada. Guna keperluan tersebut, kajian ini diarahkan untuk melihat kesiapan prasyarat pemekaran Provinsi Kepton dari sudut pandang akademis. Selain itu, kajian akademis juga digunakan untuk memetakan berbagai dukungan substantive yang bersifat kualitatif dari aspek pemenuhan prasyarat teknis calon Provinsi Kepton.
Sehubungan dengan hal tersebut anggota DPD RI Dr. Amirul Tamim, M.Si, melalui rapat persiapan reses anggota DPD RI beberapa waktu yang lalu memberi pernyataan bahwa “point penting yang dibutuhkan dari kebijakan pemekaran berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 adalah bagaimana pemerintah menyiapkan PP Daerah Persiapan sehingga Kepton bisa mekar…………”
Mencermati pernyataan tersebut penulis sangat memahami dimana Pemerintah Daerah baik Provinsi Sulawesi Tenggara maupun Kabupaten/Kota cakupan Kepton selama ini sangat akomodatif, namun pada saat yang bersamaan terkesan tidak memperlihatkan visi strategisnya dalam memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kepton tersebut. Kekurangan visi strategis ini tampaknya bersumber pada paradigma lama (UU 32) yang lebih menekankan pada pemekaran sebagai bentuk pemenenuhan atas tuntutan daerah (bottom up) dan mengabaikan pemekaran Kepton sebagai bagian dari strategi nasional dalam kerangka menghadirkan NKRI secara lebih konkrit untuk menjawab sejumlah persoalan strategis nasional di daerah (UU 23 /2014).
Tulisan ini mencoba mengelaborasi sisi lain (paradigma baru) dari perjuangan terbentuknya Provinsi Kepton bukan saja pemenuhan tuntutan daerah baca “tuntutan demokratisasi” tetapi juga pemenuhan kepentingan strategis nasional sebagaimana amanah UU 23 tahun 2014.
Pemekaran Provinsi Kepton tidak bisa dilihat sebagai bagian dari keinginan dan kepentingan daerah semata. Untuk dapat meyakinkan Pemerintah Pusat paradigma kita dalam memperjuangkan Provinsi Kepton harus mampu menyentuh pemenuhan kepentingan nasional. Artinya, kebijakan pemekaran Kepton merupakan solusi atas masalah-masalah yang secara laten menjadi tanggungjawab pemerintah nasional. Dalam hal ini, kepentingan nasional yang dapat diselesaikan melalui pendekatan pemekaran meliputi; 1) kepentingan Pertahanan dan Kemanan, 2) kepentingan Pembangunan Ekonomi Nasional, dan 3) kepentingan Pembangunan Politik Nasional.
Kegagalan pemerintah nasional untuk memenuhi tanggungjawab tersebut bisa berakibat fatal, menyebabkan memudarnya ekspresi kehadiran negara secara subtantif di jazirah Kepton.
1. Aspek Pembangunan Pertahanan dan Keamanan (Hankam).
Aspek pembangunan Hankam bermakna tanggungjawab nasional untuk melakukan penjagaan kewilayahan aktif. Klaim pemerintah nasional terhadap wilayah tidak selesai di level dokumen formal, namun klaim tersebut harus diikuti dengan hadirnya pemerintahan yang menjalankan fungsi-fungsinya guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat atas (setidaknya) pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dll.
Di sebagian wilayah cakupan Kepton harus diakui kehadiran pemerintahan masih sangat minim, terutama wialayah-wilayah kepulauan (Batu Atas, Talaga, Binongko, Siompu, Kadatua). Abainya pemerintah pusat pada kawasan Kepton yang “terisolir” ini pada gilirannya justru akan menuai masalah-masalah baru di luar dugaan. Pemerintah Pusat akan dihadapkan pada kenyataan bahwa negara sebetulnya tidak atau belum hadir di hadapan warganya. Untuk itu Pemerintah Pusat di tuntut untuk memiliki kerangka kebijakan yang jelas untuk mensikapi kondisi yang ada di Jazirah Kepton.
Bagi masyarakat kepulauan, kehadiran pemerintahan bermakna hadirnya fasilitas pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan penerangan. Disamping itu, wilayah Kepton merupakan jalur perdagangan internasional AKLI 2 dan AKLI 3 yang harus dijamin/dikawal keamanannya, baik itu untuk kepentingan internasional maupun kepentingan nasional.
2. Pembangunan Politik Nasional.
Pemekaran dilihat dari sisi pembangunan Politik Nasional berhubungan dengan keharusan negara untuk memperkuat kehadiran identitas ke-Indonesia-an di ranah lokal. Identitas ke-Indonesia-an tidak bisa hanya diukur dari hadirnya simbol-simbol negara semisal kibaran bendera merah putih, lambang garuda pancasila, ataupun foto kepala negara. Identitas ke-Indonesia-an hanya bisa diukur dengan melihat seberapa dalam mereka merasa menjadi bagian dari republik ini, sesuatu yang hanya bisa dicapai jika masyarakat Kepton yang “terisolir” juga merasakan dampak positif kehadiran negara sebagaimana dirasakan oleh masyarakat Indonesia lainnya.
Kehadiran negara (pemerintahan yang lebih efektif) di jazirah Kepton sebagai konskuensi dari pemekaran akan melahirkan peluang bagi pemerintah nasional untuk lebih memberikan perhatian secara riil kepada masyarakat dalam bentuk-bentuk pelayanan publik. Sentuhan pelayanan pemerintahan seperti ini akan berdampak pada pengurangan masyarakat Kepton merantau sampai keluar negeri bahkan secara ilegal. Tidak sedikit masyarakat Kepton di luar negeri (Malaysia, Singapore dan Australia) sebagai pendatang haram dan harus dikembalikan secara paksa ke tanah air. Hal ini tentu saja menimbulkan image yang kurang baik bagi Pembangunan Politik Nasional.
3. Pembangunan Ekonomi Nasional.
Pemekaran juga akan membawa implikasi signifikan bagi pembangunan ekonomi nasional dalam artian membawa peluang bagi pendayagunaan potensi ekonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pemekaran provinsi Kepton dengan demikian dapat dimaknai sebagai kebijakan strategis yang mampu mendorong peningkatan kemampuan daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi yang ada guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah.
Kabupaten Buton, Buton Tengah, Buton Selatan, Buton Utara dan Kota Baubau misalnya memiliki potensi tambang yang bernilai tinggi. Potensi besar lainnya adalah sektor parawisata, khususnya Wakatobi yang dikenal dengan surga dibawah laut.
Posisi strategis Kepton sebagai gerbang penghubung Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur serta jalur Internasional antara selatan dan utara sebagai poros maritim dunia sangat urgen untuk mendapatkan perhatian terutama dari pemenuhan logistic dan sisi keamanan.
Adanya pemerintahan sebagai daerah otonom diharapakan akan mampu mendorong pembangunan infrastruktur yang menjadi modal dasar bagi pembangunan perekonomian Kepton. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa pengembangan perekonomian di sebagian wilayah cakupan Kepton terkendala oleh terbatasnya jaringan infrastruktur. Melalui kebijakan pemekaran Provinsi Kepton maka jaringan dan keterkaitan antara Baubau sebagai ibukota dengan daerah pinggiran serta kepulauan akan terbentuk. Hal ini penting sebagai salah satu upaya untuk mengekspos wilayah isolasi ke dunia luar dan mendorong pengembangan akses terhadap produk-produk lokal seperti hasil laut dan hasil bumi.
Adanya sistem dan infrastruktur yang fungsional dalam men-delivery barang publik kepada masyarakat diharapkan dapat mengatasi persoalan migrasi masyarakat dari kawasan Kepton. Dengan manajemen seperti ini, akan terjadi gelombang eksodan yang terampil dan profesional karena adanya harapan ekonomi, dan mereka akan menjadi pendorong dalam proses simbiosis yang egaliter baik dalam konteks mobilisasi vertikal maupun horizontal.
Semua orang tahu bahwa masyarakat Buton Khususnya Buteng, Busel dan Wakatobi merupakan pedagang sekaligus pelaut yang terampil, yang mendominasi pasar-pasar di kota besar seperti Ambon, Papua, Kalimantan bahkan sampai ke luar negeri Singapore, malaysia, Australia dan Honolulu.
Semua potensi yang ada tentu tidak bermakna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kepton jika tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan potensi tersebut hanya bisa dirintis jika dibentuk pemerintahan yang mampu memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan Kepton. Dalam jangka panjang diharapkan pembangunan ekonomi di kawasan Kepton juga akan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional. Potensi wilayah strategis Kepton sebagai poros maritim dunia diharapkan dapat memberikan sumbangsih penyelesaian masalah nasional ditingkat local.
Akhirnya hemat penulis rencana pemekaran Provinsi Kepton sangat fisibel dilihat dari sisi kepentingan nasional. Keputusan politik untuk membentuk Provinsi Kepton harus segera diterbitkan mengingat aspek kelayakan, dan rasionalitas bagi pengembangan pemerintahan di kawasan tersebut. Selain itu pemekaran Provinsi Kepton tengah berburu dengan titik jenuh masyarakat yang sudah menunggu proses tersebut beberapa tahun terakhir ini.(*)