Pj Gubernur Sultra ABR Dianugerahi Gelar Adat dan Budaya Mia Ogena Bhawaangi I Sulawesi Tenggara
BAUBAU, BP-Pj Gubernur Sultra Komjen (Pol) (Purn) Dr (Hc) Andap Budi Reffianto, SIK, MH secara resmi bergelar “Mia Ogena Bhawaangi I Sulawesi Tenggara” setelah perangkat adat Kesultanan Buton Kapitalao Matanaeyo atau Panglima bagian timur lembaga adat Kesultanan Buton La Ode Muh Arsal, S.Sos, M.Si menjelaskan secara singkat tentang latar belakang pemberian gelar kehormatan adat dan budaya dan Kesultanan Buton. “Pj Gubernur Sultra ABR Dianugerahi Gelar Adat dan Budaya Mia Ogena Bhawaangi I Sulawesi Tenggara.”

Yakni berawal dari konfirmasi Pj Bupati Buton Drs La Ode Mustari, M.Si dan Pj Wali Kota Baubau Dr Muh Rasman Manafi, SP, M.Si kepada lembaga adat Kesultanan Buton terkait rencana penganuegarahan gelar kehormatan adat dan budaya Kesultanan Buton kepada Pj Gubernur Sultra di aula kantor Wali Kota Baubau Palagimata Selasa (17/10/2023).
Kemudian, kehadiran Komjen (Pol) (Purn) Dr (Hc) Andap Budhi Reffianto, SIK, MH untuk kedua kalinya di tengah-tengah masyarakat Sultra khususnya Kota Baubau yakni sebagai Kapolda Sultra periode 2016-2018. Dan sebagai Pj Gubernur Sultra ppada tanggal 5 September 2023.
Karena itu, sebagai mitra pemerintah, lembaga adat Kesultanan memberikan apresiasi dan merespon hasi konfirmasi dari kedua pejabat baik Pj Bupati Buton Drs La Ode Mustari, M.Si maupun Pj Wali Kota Baubau Dr Muh Rasman Manafi, M,Si, Sehingga, lembaga adat Kesultanan Buton berkeyakinan kehadiran Pj Gubernur Sultra untuk yang kedua kalinya di Sultra adalah benar-benar merupakan panggilan leluhur dan akan menciptakan situasi dan kondisi bagi seluruh Masyarakat Sultra Makmur dan Sejahtera.
Oleh sebab itu, berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalam forum musyawarah adat lembaga adat Kesultanan Buton memutuskan Pj Gubernur Sultra Komjen (Pol) Dr (Hc) Andap Budhi Reffianto, SIK, MH layak dan patut untuk diberikan gelar kehormatan adat dan budaya Kesultanan Buton.
Sedangkan terkait makna gelar kehormatan adat budaya Kesultanan Buton yakni “Mia Ogena” bermakna seorang pejabat atau pemimpin atau pembesar yang memiliki kemampuan profesional pandangan jauh ke depan atau visioner, kharismatik, pengayom, jujur, amanah, fathanah dan tabligh, beriman bertaqwa kepada Allah Subhana Wataa.
“Bhawaangi I Sulawesi Tenggara” bermakna batasan wilayah atau ruang lingkup kerja yang menjadi tanggungjawab atau otoritas dalam mengelola dan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat dalam wilayah Provinsi Sultra.
Pj Gubernur Sultra Komjen (Pol) Purn Dr (Hc) Andap Budhi Reffianto, SIK, MH menyampaikan terima kasih kepada Sultan Buton ke-40 dr H La Ode Izat Manafa, M.Sc bersama perangkat adat dan budaya Kesultanan Buton dan sesepuh yang telah memberikan gelar adat dan budaya Kesultanan Buton “Mia Ogena Bhawaangi I Sulawesi Tenggara”
yaitu seorang pemimpin yang professional, visioner, khatismatik, mengayomi, jujur, amanah, fathonah, tabliqh, beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhana Wataalah mendedikasikan diri dalam mengelola dan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat di Provinsi Sultra. Dibalik semua itu, ini merupakan makna yang sangat mendalam dan tentunya yang harus diimplementasikan secara nyata.
Dikatakan, sekarang dapat terlihat secara nyata para pendahulu di Kesultanan Buton telah mewariskan nilai-nilai lurhur yang sangat positif dan saat ini sejarah mencatat Kesultanan Buton telah memiliki sistim pemerintahan yang berbeda dari kerajaan nusantara lainnya yang telah menanamkan sistim monarki yang konstitusional bukan monarki absolut sehingga terlihat sejak zaman Kesultanan Buton telah mengajarkan tentang arti yang sebenarnya dari sebuah demokrasi.
Selain itu Kesultanan Buton telah memiliki Undang-Undang sendiri lengkap dengan badan-badan yang bertindak sebagai badan eksekutif dikenal dengan Sara Pangka, legislative dengan sebutan Sara Gau, legislative Sara Bita, Penegakkan hukum di Kesultanan Buton berlaku bagi semua pihak tidak hanya rakyat jelata saja bahkan terhadap pejabat sekalipun apabiila melanggar dilakukan penegakan hukum.
“Dari sini kita belajar Hukum tiidak tajam ke bawah tapi tajam juga keatas. Penegakan hukum dari zaman dulu Kesultan Buton telah menggariskan bahwa hukum adalah sebagai panglima yang mengawal jalannya pemerintahan,”katanya.
Baca juga:
- Ini Dia Rute Karnaval Budaya Semarakkan Haroana Baubau yang Akan Digelar Sabtu 14 Oktober 2023
- Buka Pameran Baubau Ekspo 2023, Pj Wali Kota Baubau Dr Rasman Manafi Yakin Produk Lokal Baubau Berkualitas
Ditambahkan, didalam menjalani dinamika hidup, Kesultanan Buton telah memegang falsafah hidup yang meliputi agama dalam hal ini Islam, sara atau pemerintah, lipu atau negara, karo atau diri pribadi atau rakyat dan arata atau dikenal dengan harta benda.
Satu hal penting lainnya Kesultanan Buton telah memiliki alat pertukaran atau mata uang yang disebut Kampua, Disamping itu, Masyarakat Buton telah mengembangkan sistim perpajakann yang sangat baik yang dulu pajak dikumpul dengan seorang yang Namanya Tungku Weti. Bahkan, yang terpenting adalah bagaimana Kesultanan Buton berhasil mempertahankan wiilayahnya dari gempuran VOC Belanda.
Bahkan sampai akhir hayat Belanda tidak mampu menguasai Kesultanan Buton yang dikenal dengan sistim pertahanan rakyat semesta yang sudah diimplementasikan dengan baik sejak dahulu.(*)